Mengganti Kata “Jangan”
“Dahulu, aku adalah seorang anak kecil yang berada dalam asuhan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tanganku bergerak ke
sana-sini mengambil makanan. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Wahai Anak Kecil, sebutlah nama
Allah (bacalah basmalah), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah
makanan yang berada di dekatmu.’ Kemudian,
aku tidak pernah lagi makan seperti saat itu.” (HR. Bukhari, juz 5,
hlm. 2056, Shahih Al-Bukhari; dinilai sahih oleh Al-Albani)
mengganti-kata-jangan
Cukup sekali googling dengan kata kunci “kata jangan pada anak”, kita
bisa mendapat begitu banyak tulisan yang menasihatkan para orang tua
untuk menghindari penggunaan kata “jangan” kepada anak. Alasan yang
diuraikan pun beragam: dengan kata “jangan”, anak menjadi tidak paham
tentang perbuatan yang seharusnya dia lakukan; anak malah akan balik
bertanya “kenapa tidak boleh”; dan berbagai alasan lainnya.
Meski sudah memiliki segudang referensi semisal itu, apakah kita pernah
sadar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya sudah
jauh hari mengajarkan kita tentang konsep ini?
Jika kita
perhatikan penuturan ‘Umar bin Abi Salamah di awal tulisan ini, kita
bisa melihat cara bijak sang Mushthafa dalam mendidik anak kecil. Ketika
tangan ‘Umar bin Abi Salamah berkelana ke sana-sini di atas meja makan,
Rasulullah tidak mengatakan, “Jangan lakukan itu!”, namun beliau justru
mengatakan, “Wahai Anak Kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan
tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.”
Dari teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, banyak sekali pelajaran yang bisa kita praktikkan:
1. Anak kecil terlahir ke dunia dalam keadaan nihil pengalaman.
Pengajaran dari orang-orang di sekitarnya akan memengaruhi perkembangan
jiwanya.
2. Memberikan informasi kepada anak merupakan bentuk pengajaran yang jauh lebih baik dibandingkan menyampaikan larangan.
3. Ketika perintah yang diucapkan kepadanya berupa kalimat negasi,
misalnya: “Tanganmu jangan ke mana-mana mengambil makanan,” bisa jadi,
si anak malah tidak paham maksudnya sehingga tangannya tetap bergerak ke
mana-mana mengambil makanan, atau justru mereka tidak jadi makan dan
malah bingung harus bersikap seperti apa.
4. Ketika anak
melakukan kesalahan, itu justru waktu yang tepat untuk memberikannya
pengajaran baru, di sampiing meluruskan kesalahan yang telah dibuatnya.
Lihatlah, kesalahan ‘Umar bin Abi Salamah hanya satu: tangannya
bergerayang ke sana-sini di atas meja makan untuk mengambil makanan,
namun Rasulullah meluruskannya dengan satu pengajaran: “Dan makanlah
makanan yang berada di dekatmu …” plus dua ilmu baru: “Sebutlah nama
Allah (bacalah basmalah), makanlah dengan tangan kananmu…”
5.
Menyapa anak sebelum memberi teguran merupakan salah satu sikap lembut
dalam memberi nasihat kepadanya. Sebagaimana ucapan Rasulullah, “Wahai
anak kecil…”
6. Sikap santun dalam menegur anak bisa memberi kesan mendalam pada dirinya:
- Si anak akan lebih mudah menerima nasihat. Sebagaimana perkataan
‘Umar bin Abi Salamah, “… Kemudian, aku tidak pernah lagi makan seperti
saat itu.”
- Dia akan belajar tentang adab dalam memberi nasihat.
- Suatu saat, adab itu bisa dia terapkan ketika menasihati orang lain.
https://www.facebook.com/pages/Kisah-Kisah-Teladan-Islami-Penuh-Hikmah/