Senin, 06 Januari 2014

Mengganti Kata “Jangan”

 Mengganti Kata “Jangan”

“Dahulu, aku adalah seorang anak kecil yang berada dalam asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tanganku bergerak ke sana-sini mengambil makanan. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Wahai Anak Kecil, sebutlah nama Allah (bacalah basmalah), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.’ Kemudian, aku tidak pernah lagi makan seperti saat itu.” (HR. Bukhari, juz 5, hlm. 2056, Shahih Al-Bukhari; dinilai sahih oleh Al-Albani)

mengganti-kata-jangan

Cukup sekali googling dengan kata kunci “kata jangan pada anak”, kita bisa mendapat begitu banyak tulisan yang menasihatkan para orang tua untuk menghindari penggunaan kata “jangan” kepada anak. Alasan yang diuraikan pun beragam: dengan kata “jangan”, anak menjadi tidak paham tentang perbuatan yang seharusnya dia lakukan; anak malah akan balik bertanya “kenapa tidak boleh”; dan berbagai alasan lainnya.

Meski sudah memiliki segudang referensi semisal itu, apakah kita pernah sadar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya sudah jauh hari mengajarkan kita tentang konsep ini?

Jika kita perhatikan penuturan ‘Umar bin Abi Salamah di awal tulisan ini, kita bisa melihat cara bijak sang Mushthafa dalam mendidik anak kecil. Ketika tangan ‘Umar bin Abi Salamah berkelana ke sana-sini di atas meja makan, Rasulullah tidak mengatakan, “Jangan lakukan itu!”, namun beliau justru mengatakan, “Wahai Anak Kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.”

Dari teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, banyak sekali pelajaran yang bisa kita praktikkan:

1. Anak kecil terlahir ke dunia dalam keadaan nihil pengalaman. Pengajaran dari orang-orang di sekitarnya akan memengaruhi perkembangan jiwanya.
2. Memberikan informasi kepada anak merupakan bentuk pengajaran yang jauh lebih baik dibandingkan menyampaikan larangan.
3. Ketika perintah yang diucapkan kepadanya berupa kalimat negasi, misalnya: “Tanganmu jangan ke mana-mana mengambil makanan,” bisa jadi, si anak malah tidak paham maksudnya sehingga tangannya tetap bergerak ke mana-mana mengambil makanan, atau justru mereka tidak jadi makan dan malah bingung harus bersikap seperti apa.
4. Ketika anak melakukan kesalahan, itu justru waktu yang tepat untuk memberikannya pengajaran baru, di sampiing meluruskan kesalahan yang telah dibuatnya. Lihatlah, kesalahan ‘Umar bin Abi Salamah hanya satu: tangannya bergerayang ke sana-sini di atas meja makan untuk mengambil makanan, namun Rasulullah meluruskannya dengan satu pengajaran: “Dan makanlah makanan yang berada di dekatmu …” plus dua ilmu baru: “Sebutlah nama Allah (bacalah basmalah), makanlah dengan tangan kananmu…”
5. Menyapa anak sebelum memberi teguran merupakan salah satu sikap lembut dalam memberi nasihat kepadanya. Sebagaimana ucapan Rasulullah, “Wahai anak kecil…”
6. Sikap santun dalam menegur anak bisa memberi kesan mendalam pada dirinya:

- Si anak akan lebih mudah menerima nasihat. Sebagaimana perkataan ‘Umar bin Abi Salamah, “… Kemudian, aku tidak pernah lagi makan seperti saat itu.”
- Dia akan belajar tentang adab dalam memberi nasihat.
- Suatu saat, adab itu bisa dia terapkan ketika menasihati orang lain.


https://www.facebook.com/pages/Kisah-Kisah-Teladan-Islami-Penuh-Hikmah/